Sejarah dan Makna Filosofi Seni Tari Karo
Sejarah dan Makna Filosofi Seni Tari Karo
Bagi masyarakat Karo, dikenal istilah uga gendangna bage endekna, yang
artinya bagaimana musiknya, harus demikian juga gerakannya (endek).
Endek diartikan disini tidak sebagai gerakan menyeluruh dari anggota
badan sebagai sebagaimana tarian pada umumnya, tetapi lebih ditekankan
kepada gerakan kaki saja. Oleh sebab itu endek tidak dapat disamakan
sebagai tari, meskipun unsur tarian itu ada disana. Hal ini disebabkan
konsep budaya itu sendiri yang memberi makna yang tidak dapat
diterjemahkan langsung kata per kata. Karena konsep tari itu sendiri
mempunyai perbedaan konsep seperti konsep tari yang dalam berbagai
kebudayaan lainnya. Konsep endek harus dilihat dari kebudayaan karo itu
sendiri sebagai pemilik kosa kata tersebut.
Konsep-konsep
seperti ini juga dapat kita lihat pada istilah musik bagi masyarakat
Karo. Pada masyarakat Karo tidak dikenal istilah musik, dan tidak ada
kosa kata musik, tetapi dalam tradisi musik kita mengenal istilah
gendang yang terkait dengan berbagai hal dalam ‘musik’ atau bahkan dapat
diterjemahkan juga sebagai musik. Bagi masyarakat Karo gendang bermakna
jamak, setidaknya gendang mempunyai lima makna,
- Gendang sebagai ensambel musik, misalnya gendang lima sedalanen, gendang telu sedalanen dan sebagainya;
-
Gendang sebagai repertoar atau kumpulan beberapa buah komposisi
tradisional, misalnya gendang perang-perang, gendang guru dan
sebagainya;
- Gendang sebagai nama lagu atau judul lagu
secara tradisional, misalnya gendang simalungen rayat, gendang
odak-odak, gendang patam-patam (yang juga terkadang sebagai cak-cak atau
style) dan sebagainya;
- Gendang sebagai instrument musik, misalnya gendang indung, gendang anak; dan
- Gendang sebagai upacara, misalnya gendang guro-guro aron, dan sebagainya. Konsep seperti ini juga berlaku bagi tarian.
Endek dapat diartikan sebagai gerakan dasar, yaitu gerakan kaki yang
sesuai dengan musik pengiring (accompaniment) atau musik yang
dikonsepkan pada diri sipenari sendiri, karena ada kalanya juga
gerakan-gerakan tertentu dapat dikategorikan sebagai tarian, namun tidak
mempunyai musik pengiring. Kegiatan menari itu sendiri disebut dengan
landek, namun untuk nama tari jarang sekali dipakai kata landek, jarang
sekali kita pernah mendengar untuk menyebutkan landek roti manis untuk
tari roti manis atau tarian lainnya. Malah lebih sering kita dengar
dengan menggunakan istilah yang diadaptasi dari bahasa Indonesia yaitu
‘tari’, contohnya tidak menyebut Landek Lima Serangke, tapi Tari Lima
Serangke. Landek langsung terkait dengan kagiatan, bukan sebagai nama
sebuah tarian.
Ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam tari
karo, yaitu endek (gerakan naik turun kaki), jole atau jemole, yaitu
goyangan badan, dan tan lempir, yaitu tangan yang gemulai, lembut. Namun
disamping itu bagaimana ketiga unsur tersebut dapat diwujudkan dalam
gerakan-gerakan tari, terkait dengan musik pengiring itu sendiri dan
dalam konteks tarian itu sendiri, misalnya dalam tarian adat, muda-mudi,
khusus, dan sebagainya.
Gerakan dasar tarian Karo dibagi atas
beberapa style yang dalam bahasa Karo disebut dengan cak-cak. Ada
beberapa cak-cak yang dikenal pada musik Karo, yang terkait dengan gaya
dan tempo sekaligus, yaitu yang dimulai dari cak-cak yang sangat lambat
sampai kepada cak-cak yang relative cepat, yaitu antara lain yang lazim
dikenal adalah:
- Cak-cak simalungen rayat, dengan tempo lebih
kurang 60 – 66 jika kita konversi dalam skala Metronome Maelzel. Apabila
kita buat hitungan berdasarkan ketukan dasar (beat), maka cak-cak ini
dapat kita kategorikan sebagai cak-cak bermeter delapan. Artinya pukulan
gung dan penganak (small gong) sebagai pembawa ketukan dasar
diulang-ulang dalam hitungan delapan;
- Cak-cak mari-mari, yang
merupakan cak-cak yang lebih cepat dari cak-cak simalungen rayat.
Temponya lebih kurang 70 hingga 80 per menit;
- Cak-cak odak-odak, yang merupakan cak-cak yang temponya lebih kurang 90 – 98 per menit dalam skala Maelzel.
-
cak-cak patam-patam, merupakan cak-cak kelipatan bunyi ketukan dasar
dari cak-cak odak-odak, dan temponya biasanya lebih dipercepat sedikit
antara 98 sampai 105. Endek kaki dalam cak-cak ini merupakan kelipatan
endek dari cak-cak odak-odak.
- Cak-cak gendang seluk, yaitu
cak-cak yang sifatnya progressif, semakin lama semakin cepat, yang
biasanya dimulai dari cak-cak patam-patam. Jika dikonversi dalam skala
metronome Maelzel, kecepatannya bias mencapai 160-an, dan cak-cak
silengguri, biasanya cak-cak ini paling cepat, karena cak-cak ini
dipakai untuk mengiringi orang yang intrance atau seluk (kesurupan).
Sejarah dan Makna Filosofi
Berbicara tentang sejarah seni tari Karo, maka kita akan dihadapkan
pada kajian folklore, karena tidak ada tanggal-tanggal yang pasti
diketahui kapan munculnya tarian Karo. Tetapi pada umumnya tari yang
unsur dasarnya adalah gerak dapat kita temui dalam ritus-ritus dan
upacara-upacara tradisional yang ada pada masyarakat Karo. Dengan
demikian makna dari setiap gerakan-gerakan mempunyai makna dan filosofi
tergantung jenis tarinya. Meskipun demikian ada beberapa hal yang
terkait dengan tari karo, misalnya gerakan tangan yang lempir, pandangan
mata, endek nahe, b ukan buta-buta. Disamping itu juga makna
gerakan-gerakan tangan juga mempunyai makna tersendiri.
Ada beberapa makna dari gerakan tari Karo berupa perlambangan, yaitu:
-
Gerak tangan kiri naik, gerak tangan kanan ke bawah melambangkan tengah
rukur, yaitu maknanya selalu menimbang segala sesuatunya dalam
bertindak;
- Gerakan tangan kanan ke atas, gerakan tangan kiri ke
bawah melambangkan sisampat-sampaten, yang artinya saling tolong
menolong dan saling membantu;
- Gerakan tangan kiri ke kanan ke
depan melambangkan ise pe la banci ndeher adi langa si oraten, yang
artinya siapa pun tidak boleh dekat kalau belum mengetahui hubungan
kekerabatan, ataupun tidak kenal maka tidak saying;
- Gerakan
tangan memutar dan mengepal melambangkan perarihen enteguh, yang artinya
mengutamakan persatuan, kesatuan, dan musyawarah untuk mencapai
mufakat; gerakan tangan ke atas, melambangkan ise pe labanci ndeher,
artinya siapapun tidak bias mendekat dan berbuat sembarangan;
-
Gerakan tangan sampai kepala dan membentuk seperti burung merak,
melambangkan beren rukur, yang maknanya menimbang sebelum memutuskan,
piker dahulu pendapatan, sesal kemudian tiada berguna;
- Gerak
tangan kanan dan kiri sampai bahu, melambangkan baban simberat ras
menahang ras ibaba, yang bermakna ringan sama dijinjing, berat sama
dipikul. Artinya mampu berbuat mampu bertanggung jawab dan serasa
sepenanggunan gerakan tangan dipinggang melambangkan penuh tanggung
jawab;
- dan Gerakan tangan kiri dan tangan kanan ke tengah
posisi badan berdiri melambangkan ise per eh adi enggo ertutur ialo-alo
alu mehuli, artinya siapapun yang dating jika sudah berkenalan dan
mengetahui hubungan kekerabatan diterima dengan baik sebagai keluarga
(kade-kade).
Jenis-jenis Tarian Karo
Tari Komunal
Yang termasuk dalam tarian ini pada masyarakat Karo terdapat beberapa
macam yang terkait dengan upacara-upacara adapt misalnya dalam
upacara-upacara adat dan peranan-peranan social dalam adapt itu sendiri
yang terbagi dalam kelompok-kelompok social tertentu yang sesuai dengan
filosofi adapt Karo ‘merga si lima, tutur si waluh, rakut si telu’
Secara kelompok social dapat dibagi menjadi: landek kalimbubu (masih
dapat dikelompokkan lebih spesifik lagi); landek sukut (senina,
sembuyak, siparibanen, sepengalon, siparibanen, sigameten); landek anak
beru dan sebagainya. Juga dalam jenis tari komunal ini masih terdapat
bebrapa jenis tarian, misalnya dalam acara guro-guro (acara muda-mudi).
Dalam acara ini juga terdapat kelompok-kelompok tarian komunal yang
dibagi berdasarkan merga atau beru, tergantung daerahnya. Namun biasanya
didahului oleh merga simantek kuta atau orang yang pertama sekali
menempati wilayah tertentu dimana upacara tersebut berlangsung, atau
biasa juga disebut dengan kalimbubu taneh. Adapun jenis-jenis tarian
untuk kategori ini adalah dapat kita temukan dalam upacara-upacara:
kerja erdemu bayu (perkawinan)
merdang merdem atau kerja tahun (upacara pertanian)
nurun-nurun (upacara kematian)
guro-guro aron (muda-mudi)
ersimbu (upacara memanggil hujan), atau biasa juga disebut dengan dogal-dogal
mengket rumah mbaru (meresmikan rumah baru)
ngukal tulan-tulan (menggali tulang)
ngalo-ngalo, dll.
Tari Khusus
Jenis-jenis tarian ini terkait dengan hal-hal yang sifatnya khusus dan
bukan bersifat umum, yaitu yang berhubungan dengan dengan peranan
seseorang, misalnya:
- Gendang guru (dukun)
- Seluk (trance)
- Perumah begu (memanggil roh)
- Erpangir ku lau (keramas, bathing ceremony)
- Perodak-odak
- Tari tungkat
- Tari baka
Tari Tontonan
- Perkolong-kolong (permangga-mangga)
- Mayan atau Ndikkar (seni bela diri khas Karo)
- Tari Kuda-Kuda (Simalungun: Hoda-Hoda)
- Gundala-gundala (Tembut-tembut Seberaya)
Tari Kreasi Baru
- Tari roti manis
- Tari terang bulan
- Tari lima serangke
- Tari telu serangke,
- Tari uis gara, dll.
Tari Sigundari, yaitu tari-tarian yang diciptakan berdasarkan lagu-lagu popular Karo, termasuk gendang kibot.
Fungsi Tarian Karo
- Penghayatan estetis
- Pengungkapan emosional
- Hiburan
- Komunikasi
- Fungsi perlambangan
- Reaksi jasmani
- Berkaitan dengan norma-norma social
- Pengesahan lembaga social atau status social tertentu
- Keseinambungan kebudayaan
- Pengintegrasian masyarakat
- Pendidikan
Refrensi : 1.http://www.facebook.com/groups/kalakkaro/permalink/507227252652920/
2.http://www.facebook.com/trgans
Tidak ada komentar:
Posting Komentar