Powered By Blogger

Jumat, 14 Desember 2012

Inilah Nasib Silat Karo !

Inilah Nasib Silat Karo!

Teringat saya pada suatu masa tatkala saya menonton sinema elektronik di TVRI tentang Karo yang adegan ceritanya dibumbui Silat Karo (mayan). Itu 26 tahun silam. Silat Karo menarik bukan saja indah gerakannya, tetapi konon karena kemampuan kanuragan atau metafisik yang memungkinkan sang pendekar berubah wujud menjadi binatang. Silat Karo juga bukan sekadar teknik bela diri, tapi merupakan perwujudan kearifan lokal Indonesia, bahkan di masa silan turut andil dalam perang revolusi dan beberapa konflik kekuasaan lokal.

Tetapi apa kabar Silat Karo hari ini, khususnya di tengah gelombang musik Karo modern yang berbantuankan keyboard yang sangat digandrungi? Menurut Pemimpin Redaksi Sora Sirulo, Ita Apulina Tarigan, Silat Karo mulai punah karena sangat sedikit orang Karo yang berminat mempelajarinya. Memang ada yang mampu, tetapi biasanaya ia hanya bisa mempraktikkan sekadarnya saja. Maka tidak heran Silat Karo kini mulai punah. Ita juga sependapat dengan saya bahwa Silat Karo tidak lagi dikenal, karena rendahnya kemampuan publikasi tertulis orang Karo. Maka, dapat dimaklumi kalau sahabat saya tidak percaya kalau Karo punya silat.

Silat Karo selama ini jarang ditampilkan dalam Kerja Tahun. Dan sepengetahuan saya Silat Karo jarang tampil dalam acara pernikahan (pasu-pasu), termasuk guro-guro aron. Padahal di acara yang satu ini di masa silam Silat Karo wajib ditampilkan. Dalam beberapa video musik ada memang Silat Karo ditampilkan, tetapi sekadar tempelan dan itu pun tidak berpenciri perkelahian. Lebih terlihat seperti menari. Membosankan.
Menurut Antropolog Universitas Sumatera Utara, Juara R. Ginting, hingga tahun 1970-an, masih terdapat beberapa perguruan silat di beberapa kampung di Kabupaten Karo. Para remaja Karo di saat itu tertarik belajar silat untuk mempersiapkan diri menghadapi kehidupan kota untuk melanjutkan studi. “Kebanyakan mereka harus berangkat ke Kabanjahe atau Berastagi dan Tigabinanga untuk meneruskan SMA. Ada juga perguruan silat seperti di Berastepu, Kecamatan Simpangempat, Kabupaten Karo yang mempersiapkan murid-muridnya untuk menguasai terminal Kabanjahe dan nantinya Pasar Bawah Binjai,” ujar Juara.
Dalam aksi kebudayaan Karo kontemporer, orang Karo sekarang lebih gemar ber-keyboard-ria, ramai-ramai menghaturkan keindahan tari dan musik. Jika di masa silam pendekar Silat Karo memiliki peran istimewa berbanding seniman musik, hari ini yang mendapat lebih banyak tepukan tangan adalah “pendekar keyboard”.
Menurut Juara R Ginting, meningkatnya pemikiran bahwa silat semata-mata hanya untuk berkelahi, dan orang-orang yang suka berkelahi biasanya malas bersekolah, membuat turun pula minat orang-orang Karo untuk mengembangkan pelatihan silat. Tapi, sejak tahun 1990-an, beberapa video Karo memperlihatkan adanya penampilan ndikkar di acara-acara kerja tahun yang ternyata cukup diminati sebagai sebuah hiburan seni.
Ita Tarigan bilang ada seorang pendekar Silat Karo yang telah melanglang buana mengajarkan ilmunya. Namanya Yakinsyah Brahmana, seorang Karo yang lama berdomisili di negeri kincir angin. Di sana, tepatnya di Sekolah Kristen Oikumene di Groningen, Yakinsyah mengajar mayan kepada lebih dari 200 siswa sekolah dasar itu. Maka dalam logika terekstrem, barangkali orang Karo akan belajar Silat Karo dari orang Belanda. Saya langsung membayangkan kelak ada beberapa billboard di Padang Bulan berisi ajakan belajar Silat Karo. Ada gambar seorang Belanda di sisi kanannya, seorang guru Silat Karo, hasil godokan Yakinsyah. Belajar Silat Karo dari orang Belanda? Tentu saja itu kenyataan yang menyebalkan.
Dalam wawancara pribadi dengan Yakinsyah, ia sendiri banyak belajar Silat Karo dari beberapa guru sejak tahun 1981-1992, ketika ia masih berprofesi sebagai pemandu wisata di Berastagi dan Sungai Alas, Aceh Tenggara. Kali pertama Yakinsyah mendapatkan ilmu Silat Karo adalah dari ayahnya. Ketika masih bocah sang ayah memberikan kepadanya kitab silat karya  ayahnya. Menurut Yakinsyah ayahnya benar-benar paham teori bersilat, tetapi kurang dalam praktik. Untuk itulah sang ayah mencarikannya seorang guru.
Di Belanda Yakinsyah mengaku tidak terlalu dekat dengan media yang memungkinkan dia memperluas pengaruh Silat Karo di sana. Walaupun demikian Yakinsyah benar-benar yakin Silat Karo akan mendapatkan tempat tersendiri di tengah perubahan perubahan zaman. “Saya sangat optimis, karena jurus ndikkar Karo itu adalah jurus hidup selalu disesuaikan dengan situasi kehidupan pada zamannya,” tutur Yakinsyah.
Yakinsyah mengakui ia mulai jenuh di tinggal Belanda. Ada kerinduan yang amat sangat tergambar di wajah sang pendekar untuk kembali ke tanah kelahirannya. “Saya berniat berladang jagung sembari mendirikan perguruan Silat Karo di kampung. Sebagian hasil menjual jagung bisa dimanfaatkan mendirikan semacam perguruan Silat Karo,” kata Yakinsyah. Di masa depan adalah harapan bersama komunitas Karo akan terbit sebuah kitab tentang Silat Karo sebagai jurus yang adiwacana


Refrensi                : http://vinsensius.info/index.php/2011/08/inilah-nasib-silat-karo/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar